
Orang Rusia Kena Demam Kuda Lumping tidak Hanya Gangnam style yang Jadi virus Kuda Lumping-Pun bisa
Orang Rusia Kena Virus Kuda Lumping
HL | 23 December 2012 | 12:34


Seringkali kebanyakan orang memang kurang menghargai apa yang sudah
dimiliki, yang ada, tak dihargai, yang tak ada, dicari-cari, sudah
dimiliki terkadang disia-siakan, aneh memang. Itu masih hal biasa, tapi
kalau hal yang dimiliki kemudian diakui pihak lain, barulah
mencak-mencak, demontrasi besar-besaran, ini pun masih biasa, yang lebih
repot lagi, sudah demontrasi masih memaki-maki, tidak berusaha intropeksi diri, mengapa tak menghargai apa yang sudah dimiliki? Kebanyakan orang memang demikian adanya, apa mau dikata?
Tapi biarkan mereka, mari kita lihat pihak lain, dalam hal ini orang
Rusia, seperti juga negara-negara Barat lainnya, mereka tertarik dengan
yang serba tradisionil, sudah banyak yang saya tulis tentang orang Rusia
yang mencintai sesuatu yang “berbau” tradisionil, kali ini tentang Kuda
Lumping. Iya, Kuda Lumping yang tahunya masyarakat kebanyakan adalah
“kuda” yang tukang makan beling atau makan pecahan kaca, karena memang
dalam seni tradisionilnya seperti itu.
Dan siapa yang menyangka bahwa tarian Kuda Lumping itu membawa nama besarPengeran Diponegoro ketika melawan Belanda, dalam riwayat lain juga berhubungan dengan perjuangan Raden Patah ketika melawan Belanda, juga ada yang menceritakan tentang perjuangan Sultan Hamengkubowo I ketika melawan pasukan Belanda. Jadi sebenarnya dalam sejarahnya tarian Kuda Lumping menggambarkan tentang para prajurit-prajurit perang yang gagah berani melawan para penjajah.
Makanya dalam gambaran tarian Kuda Lumping yang biasanya diiringi
gamelan Jawa bersuasana energik, tak diam, sangat dinamis dan kaya akan
gerakan. Kuda yang tak pernah diam, kuda yang terus bergerak mengejar musuh-musuhnya, dalam
hal ini Belanda. Jadi sebenarnya gambaran yang ingin ditampilkan dalam
Kuda Lumping adalah gerak yang dinamis, bukan kisah-kisah mitos yang tak
dapat dipertanggungjawabkan.
- Bukan hanya laki-laki Rusia, gadis Rusia pun tertarik dan ikut bergerak naik Kuda Lumping, coba ditanya mau tidak anak gadis Indonesia ikut main kuda lumping dengan kesadaran sendiri. Photo by Syaripudin Zuhri.
Masalah kemudian berkembang menjadi Kuda Luping makan beling, itu
persoalan lain. Itu sebenarnya hanya alat untuk mempertahankan tarian
Kudang Lumping ini yang sering kali direndahkan oleh bangsa sendiri. Kuda Lumping, juga Jatilan adalah tarian tradisionil bangsa Indonesia yang memikat. Beberapa
tahun lalu sempat Reog Ponorogo, yang di dalamnya ada tarian Kuda
Lumping, tampil membawa misinya di Rusia, memperkenalkan tarian ini pada
masyarakat Rusia dan mendapat sambutan yang hangat. Orang Rusia sudah
kena”virus” Kuda Lumping.
Orang Rusia sampai tak habis berpikir ketika bohlam dan silet dikunyah
oleh pemain Kuda Lumping dimakan seperti orang makan krupuk, yang begitu
garing dan renyah, serenyah orang makan krupuk, orang Rusia menyebutnya
chip, apapun jenis kerupuknya disebut chip. Jadi tarian Kuda Lumping
yang awalnya menggambarkan para pejuang kemerdekaan melawan penjajah
Belanda, kini menjadi tontonan rakyat kebanyakan, yang pemainnya tiga
atau empat orang saja.
Padahal jika dikembangkan dengan kreasi baru dan tak terpaku pada pakem
yang sudah ada, tarian kuda lumping bisa dibuat massal, bisa ditarikan
dengan puluhan orang yang “berkuda”, ya persis pasukan berkudanya
Pangeran Diponegoro, Raden Patah atau Sultan Hamengkubowono I, cucut
buyutnya Sultan Hemengkubowono X sekarang ini, mengapa tak
dicoba dari pihak keraton Jogyakarta untuk mencoba membuat tarian Kuda
Lumping yang massal, yang menceritakan perjuangan rakyat Indonesia
mengusir penjajah Belanda! Atau mungkin sudah ada, hanya saya
yang tak mengetahuinya. Kalau ada, nanti bisa dikemas dan dipromosikan
ke dunia internasional, sekaligus menarik wisatawan dari mancanegara,
jangan sampai orang asing tahunya hanya Bali, Bali dan Bali.
- Semangat tarian Kuda Lumping yang lincah, energik dan dinamis menular ke orang Rusia. Photo by Syaripudin Zuhri.
Jadi dikemas semacam tarian Saman dari Aceh, yang sudah mendunia, bukan
tarian Kuda Lumping yang makan beling, yang kesannya hanya hiburan
semata, mengharapkan saweran para penonton di jalan-jalan, di
pasar-pasar, di stasiun-stasiun dan lain sebagainya, Coba digambarkan
oleh para kareografer tradisionl yang berkolaborasi dengan kareografer
modern untuk mengangkat tarian Kudang Lumping ini menjadi sebuah
tarian yang heroik, yang menggambarkan keberanian, kegagahan, dan tak
kenal takut para prajuri melawan penjajah Belanda.
Biarkan hal tersebut menjadi tantangan bagi para kareografer, mari kita
kembali ke orang Rusia, yang bukan hanya menonton tari Kuda Lumping,
tapi mereka pun terlibat di dalamnya, ya tiga orang Rusia, dua orang
laki-laki dan seorang gadis Rusia, ikut menari Kuda Lumping dan mereka
sangat menikmatinya. Mereka menyukai hal-hal yang tradisionil dari
Indonesia, bukan hanya tarian Kuda Lumping, jenis tarian seperti tari
Bali, tari kecak, Barong dan lain sebagainya, juga Tari Saman dari Aceh,
tari Jaipong dari Jabar dan lain sebagainya. Juga wayang kulit, iya,
mereka sampai repot-repot mengadakan pameran wayang kulit di musium
ketimuran beberapa waktu yang lalu dan mencetak dan menceritakanpara
tokoh wayang dalam bahasa Rusia dalam bentuk kartu seukuran dua kali
poscard!
Siapa yang peduli dengan wayang kulit? Siapa yang peduli pada Kuda Lumping,jangan-jangan
ketika ada acara wayang kulit dan tarian Kuda Lumping di TV, sebagian
besar penonton atau pemirsa akan ganti saluran dalam hitungan detik!
Apa lagi pada generasi muda, wah itu ga “main”, ga “macho”, ga”level”
dan berbagai istilah lainnya, iya…kebanyakan generasi muda seakan
kehilangan jati diri bangsa, kurang menghargai apa-apa yang berbau
tradisionil, kurang menghargai kesenian atau tarian tradisionil,
sebagian besar sudah”termakan” budaya Barat yang hingar bingar, silahkan
dibuktikan atau dibuat semacam survey atau penelitian kecil-kecilan,
benar tidak mereka, generasi muda, kurang mencintai kesenian atau tarian
tradisionil Indonesia? Nah, kalau mereka tak suka bagaimana? Kalau bukan kita bangsa Indonesia yang mencintai seni budaya sendiri, lalu siapa?
sugeng pordjo
This post is very beneficial to inspire nationalist spirit young children Indonesia. Especially love the traditional cultures native to Indonesia is increasingly faded.
ReplyDelete